Senin, 21 Desember 2009

ESTETIKA DG 1G-Hippolyte Taine Adolphe

Hippolyte Taine Adolphe



Hippolyte Taine Adolphe (1828-1893) adalah salah satu tokoh intelektual paling terkemuka dari periode di Perancis.Penekanannya pada metode ilmiah dalam kritik membentuk dasar teknik kritis kontemporer.

Hippolyte Taine lahir di Vouziers di Ardennes pada 21 April 1828. Masa kecilnya dihabiskan di sebuah pencerahan suasana budaya yang sungguh-sungguh intelektual bercampur dengan paparan awal kesenian dan alam. ia telah menyelesaikan studi universitas di École Normale Superieure.

Tokoh estetika fisiologis ini percaya adanya hukum estetika. Hukum ini didapat berdasarkan studi lingkungan alam dan social sebagai sumber penciptaan karya seni itu. Dari berbagai daerah eksistensi seni tersebut akhirnya akan didapat hukum umum pada estetika. Nyata bahwa pengaruh berbagai ilme pengetahuan alam amat besar dalam telaah estetika. Bagi Taine, seni itu imitasi (mimesis) yang mengarah kepada penggambaran sifat karakteristik yang esensial dari objeknya. Dalam arsitektur dan musik, mimesis tak memerlukan objek nyata, namun tetap menyuguhkan karakter esensial. Inti seni adalah menghadirkan esensi sesuatu, tetapi ia menolak arti esensi segala sesuatu sebagai hanya peristilahan teknis.

Hanya ada dua cara untuk mencapai tingkat hidup tertinggi pada manusia, yakni lewat ilmu pengetahuan dan lewat seni. Cara ilmu pengetahuan adalah menemukan sebab dan hukum dasar kenyataan (realitas), sedangkan cara seni adalah menemukan sebab dari hukum, bukan dalam peristilahan kering dan abstrak, melainkan dalam pengalaman inderawi yang tepat, bukan hanya menyangkut logika pemikiran, melainkan juga perasaan hati dan penginderaan untuk semua orang. Di dalamnya termuat sesuatu yang muskil dalam kesederhanaan, sesuatu yang tinggi dalam gaya yang popular, sesuatu yang tinggi dalam gaya yang biasa, agar semua orang mampumenagkap dan menghayatinya.

Bagi Taine, nilai seni itu juga bertingkat-tingkat, seperti layaknya bagi para pengikut Hegel. Menurutnya ada tingkat nilai seni. Yang dipersoalkan pada tingkat pertama adalah apakah sebuah karya seni memiliki bobot karakter yang memadai. Apakah gagasan yang diajukannya besar atau sepele, apakah tingkat afektifnya pada penanggap tinggi atau rendah, apakah bobot moralnya besar atau dangkal,. Pada tingkat kedua, apakah sebuah karya seni berhasil mencapai tingkat harmoni antara ide dan bentuknya. Pada tingkat terakhir, Taine membuat solusi dialektik dengan memberikan contoh sejarah seni. Pada lukisan Italia kuno seperti karya Giotto, yang terjadi adalah seni yang punya jiwa (spirit) namun tak puya tubuh (bentuk). Ini merupakan tesis pertama. Pada anti-tesis ia menunjukkan lukisan kaum Renaisans yang punya tubuh dan bentuk tetapi kehilangan jiwa, sedang pada karya Raphael ia menemukan adanya penyatuan tubuh dan jiwa dalam seni sitesis.

Dia menarik diri dari kehidupan publik dan mencurahkan tenaganya untuk penelitian dalam berbagai bidang besar. Semua studinya berpusat pada masalah kondisi manusia dan underlain oleh naif namun jujur explicability kepercayaan dalam sifat manusia melalui penyelidikan ilmiah. Puncak keyakinan ini menemukan ekspresi dalam pusat Taine bekerja, De l'intelligence (1870). Itu menyimpulkan semua kepentingan sebelumnya dalam psikologi dan filsafat dan melebur dengan garis-garis konvergen nya berpikir kritis. Karya-karyanya De l'intelijen sebelumnya mencakup berbagai kepentingan besar dan menyentuh hampir setiap tahap produksi intelektual dan artistik.

Taine merumuskan sistem kritis paling jelas dalam pendahuluan lima volume salah satu karya besar, Dia menyatakan bahwa setiap realitas, psikologis, estetik, atau historis, dapat dikurangi dengan jelas didefinisikan formula dengan menemukan kenyataan di masing-masing satu prinsip operasi. Prinsip dasar ini diatur oleh sistem hukum yang ia direduksi menjadi yang terkenal tiga serangkai ras, lingkungan, dan waktu ( "la ras, le lingkungan, le saat"). Taine diterapkan sistem kritis ini dalam semua karya-karyanya, termasuk analisis dari perkembangan seni Yunani, Italia, dan Belanda, yang disajikan dalam serangkaian kuliah yang membentang lebih dari 20 tahun di École des Beaux-Arts dan diterbitkan di dua jilid, Philosophie de l'art (1865-1869).

Taine menjadi juru bicara baru positivis, determinis, antigereja, anti-Romantis filsafat yang mempengaruhi Zola begitu banyak. Zola itu, namun (dan untuk alasan yang baik), satu-satunya kritikus kontemporer untuk melihat dalam dirinya yang direpresi Romantis. Tidak sampai penerbitan surat-menyurat dan bahan naskah awal adalah metafisikus Romantis diakui. Pre-Freud and pre-Marx, Taine masih relevan sebagai psikolog (dalam De l'intelijen, 1870) dan sebagai seorang sosiolog (di Origines) karena cara dia hidup dari kontradiksi dari metode ilmiah. Desakan tentang perlunya pengamatan empiris itu bertentangan dengan komitmen heroik sistem. Nya konsep jelas sering tidak memadai-seperti ketika ia menjelaskan penulis oleh tiga pasukan, 'ras', 'lingkungan', dan 'moment', dan oleh mereka 'contrariété' atau 'konkordansi'. Tapi perjuangannya untuk mendamaikan rasionalis, pandangan kontinental dengan karakteristik empirisme Inggris, objektivitas dengan subjektivitas, tetap relevan satu abad setelah kematiannya.

Taine pengaruh pada budaya intelektual Perancis dan sastra sangat besar.. Dia punya hubungan khusus, khususnya, dengan Émile Zola. Taine juga dipengaruhi sejumlah nasionalis gerakan sastra di seluruh dunia, yang menggunakan ide-idenya untuk berpendapat bahwa negara-negara tertentu mereka memiliki sastra yang berbeda dan dengan demikian tempat yang berbeda dalam sejarah sastra.

ESTETIKA DG 1G-Ernst Grosse

Ernst Grosse
The Beginning of Art
(Primitivism)


Ø Ernst grosse lahir pada tanggal 29 Juli 1862 di Stendal dan Beliau adalah seorang Etnolog asal Jerman.

Ø Setelah mendapat gelar Doktor dalam bidang filsafat pada tahun 1887 di Universitas Halle kemudian pada tahun 1888 ia menjadi dosen di bidang etnologi dan membuat kuliah pertama tentang seni orang-orang primitif. Pada tahun yang sama ia menjadi kurator dari koleksi seni kota Freiburg, Jerman. Beliau wafat pada 26 Januari 1927 di Freiburg.

Ø melalui bukunya “The Beginnings of Art”, ia menjadi pelopor etnologi modern. Grosse menghendaki Ilmu Seni (Kunstwissenschaft), yang merumuskan hukum dari fakta-fakta sejarah yang sampai sekarang telah

dikumpulkan.

Ø Grosse bekerja secara induktif untuk mencapai prinsip atau hukum

keindahan.

Ø Grosse menyimpulkan bahwa seni adalah suatu aktivitas yang hasil akhirnya memiliki nilai emosi dengan tujuan dirinya sendiri. Aktivitas estetik dan aktivitas praktis bagi manusia

selalu saling bertentangan.

Ø Jalan tengahnya adalah aktivitas permainan, karena aktivitas praktis selalu mengarah pada hasil di luar aktivitas itu sendiri. Hasil itu adalah kegembiraan atau kesenangan dalam aktivitasnya.

Ø Grosse menyimpulkan pula bahwa di lingkungan masyarakat primitif jarang ada karya seni yang bersifat praktis-pragmatis, seni hanya bersifat sosial dan individual dalam masyarakat yang telah beradab.

Ø Grosse menyadari bahwa pengalaman manusia prasejarah juga tidak cukup melengkapi penelitiannya untuk mendefinisikan prinsip-prinsip estetika. Primitivisme adalah anggapan bahwa hidup ini lebih baik atau lebih bermoral selama tahap-tahap awal umat manusia atau di antara orang-orang primitif dan telah memburuk dengan perkembangan peradaban. Ini adalah jawaban terhadap pertanyaan abadi apakah perkembangan peradaban dan teknologi kompleks telah menguntungkan atau merugikan umat manusia.

Zaman dahulu masyarakat primitif mewarnai bagian-bagian tubuhnya dengan berbagai warna dan pola dengan tujuan untuk mengekspresikan seni kebudayaannya dari sudut pandang estetika.

ESTETIKA DG 1G-Virgil C. Aldrich

Virgil C. Aldrich

Lahir 13 September 1903, Narsinghpur INDIA
Wafat 28 Mei 1998, Salt Lake City UTAH

Biografi Virgil
Virgil C. Aldrich adalah Anak dari Klemens Floyd Aldrich dan istrinya Ann Hanley, Virgil Aldrich memperoleh gelar Bachelor of Arts gelar di Universitas Wesleyan Ohio pada tahun 1925. Ia belajar di Universitas Oxford pada tahun 1927 dan kemudian melanjutkan untuk mendapatkan Diplôme d'Études Supérieures de Philosophie di Sorbonne pada tahun 1928 sebelum menyelesaikan Ph.D. di University of California, Berkeley pada tahun 1931. Ia menikah dengan Louise Hafliger pada 3 September 1927 dan mereka mempunyai satu putra, David Virgil Aldrich.





Pembahasan
Virgil Antusias dengan sebuah essay dari Arthur W.Collins yang berjudul
“could our beliefs be representation in our Brains”
Essay yang mengatakan bahwa kepercayaan tidak bisa diidentikkan oleh segalanya, itu menurut Collins.
Tapi dalam essaynya, Collins memaparkan kata kepercayaan dengan dua arti yaitu : Mempercayai dan Apa yang dipercayai.
Belum lagi Collins mengatakan “one can not correlate a man’s belief with propositions that he takes to be true, for the reason that his beliefs are just the propositions that he takes to be true.”
Yang artinya “seseorang tidak bisa menghubungkan kepercayaan orang lain dengan rencana orang tersebut. Bahwa orang tersebut memerlukan dirinya sendiri untuk menjadi benar.
Menurut Virgil,
Collins sadar bahwa kepercayaan ini ada dua, yaitu benar atau salah. Jadi argument yang diberikan Collins itu bukan pernyataan benar atau salah, melainkan karena kedua komponen tersebut tersusun secara terpisah.
Menurut Virgil “ I believe that page carries a commitment to the truth of page which is external to claims limited to the states of any physical or non physical commitment of the speakers “.
Tulisan Collins ini, bukan hanya kebenaran yang benar, tetapi komitmen juga adalah kebenaran.
Dengan dua faktor yang terdapat di atas, Virgil berfikir bahwa seharusnya judul esay Collins di ubah menjadi “ could our belief be representations “.
Judul ini akan lebih baik untuk Collins. Karena menurut Virgil, gambaran tidak bisa di identikan dengan apapun.
Sebuah keyakinan melibatkan gambaran. Dan keyakinan itu adalah komitmen. Itu bisa digambarkan tapi tidak bisa di identikan dengan apapun.
Jadi bukan kepercayaan atau keyakinan yang tidak bisa identik oleh apapun, tapi cuma gambarannya saja. Meskipun Virgil menyatakan secara tidak langsung dan gambaran adalah suatu yang berbeda, menurutnya ketika gambaran dilibatkan dalam keyakinan atau kepercayaan, si pemercaya itu adalah orang itu sendiri.
Jadi menurut Virgil,
Cara Collins memaparkan kalau keyakinan adalah benar, dengan cara aneh atau ganjil.

ESTETIKA DG 1B-JEROME STOLNITZ

JEROME STOLNITZ

The Aesthetic Attitude (Sikap Estetika)

Dalam teori ini Stolnitz berupaya untuk menjelaskan teori estetika yang sesuai dengan presepsinya yang ditandai oleh “Sikap Estetika”. Dalam hal ini Stolnitz tidak benar-benar memberikan argumennya untuk mengeluarkan syarat-syarat penyelidikan. Tetapi Stolnitz menyatakan bahwa ia akan membuat estetika yang imlisit atau secara diam-diam. Menurut Stolnitz definisi sikap estetika adalah “tertarik, simpatik, dan terkontemplasi terhadap objek apapun demi kepentingan sendiri saja”. Makna dari kalimat tersebut adalah :

- Tertarik berarti ada kekhawatiran untuk tujuan tersembunyi

- Simpatik berarti menerima objek pada istilah-istilah sendiri untuk menghargai

- Kontemplasi (perenungan) berarti persepsi diarahkan pada objek dalam dirinya sendiri dimana penonton tidak bersangkutan untuk menganalisis atau mengajukan pertanyaan tentang hal itu.

Namun, George Dickie menentang gagasan tentang sikap estetika dalam segala bentuknya. Karena pandangan Dickie, sikap estetika beralih ke berbagai formulasi yang lebih kuat atau lebih lemah. Pada dasarnya Dickie melibatkan perbedaan perhatian yang diperlukan untuk menjadi dasar penting bagi kebanyakan definisi dari sikap estetika. Lebih jauh lagi, Dickie berpendapat secara khusus menentang gagasan Stolnitz bahwa “Perhatian seseorang yang tanpa pamrih seharusnya menjadi perbedaan persepsi”. Intinya, setiap orang memiliki pandangan atau persepsinya masing-masing. Kemudian, ide tanpa pamrih hanya masuk akan jika menarik perhatian. Sebenarnya hal tersebut bukan merupakan jenis perhatian khusus, melainkan persepsi dengan motivasi yang berbeda.


Aesthetic Awareness (Kesadaran Estetika)

Stolnitz membahas Aesthetic Awareness ini dengan istilah disinterested dalam arti adanya perhatian tetapi sekaligus tidak hadirnya kepentingan pribadi penggemar. Kemudian ada pendapat lain dari Elisic Vivas yang memaknainya sebagai “Intansitif” yang mempunyai makna sama dengan Stolnitz.

ESTETIKA DG 1G-Edward Bullough

Edward Bullough



Sejarah estetika adalah sejarah pemikiran filsafi tentang keindahan dan seni, pembahasannya selalu menunjukan apa yang semestinya terdapat dalam sebuah karya seni (apa hakikat seni itu?), apa pula hakikat keindahan ituSebelum abad ke-20, estetika mencoba menggunakan psikologi dan sosiologi dalam menemukan hakikat seni. Seperti halnya pendekatan ‘ilmu pengetahuan alam’, pendekatan psikologi pun kurang mendapat perhatian serius dari kaum pemikir seni. Mereka menamakan kegiatan ilmiah terhadap estetika semacam itu hanya sebagai hobi belaka (mengumpulkanperangko).
Memasuki abad 20, kembali disibukkan dengan pemikiran estetika yang mendasarkan kembali pada bidang filsafat, sebagian menguji kembali hasil para pemikir lama, sebagian lagi mengemukakan sejumlah teori baru.


Pada awal abad ke-20, Seorang Edward Bullough mengemukakan masalah jarak ‘psikis’ dalam seni. Gagasan ini berasal dari kaun filsuf empiris Inggris abad ke-17 dan ke-18 yang kemudian dikembangkan oleh Kant. Istilah yang terkenal untuk itu adalah disintrested. Tujuan dari jarak ‘psikis’ ini yaitu melihat dan menilai karya seni secara ‘objektif’. Dengan demikian akan tercapai penikmatan seni yang obyektif pula tanpa adanya pengaruh kepentingan pribadi. Bulloug h mencontohkan seseorang yang naik perahu menembus kabut. Ia terpesona oleh indahnya kabut diterjang oleh cahaya matahari. Pesona itu membuatnya melupakan atau tidak menyadari bahaya yang mengancam dirinya akibat berperahu menembus kabut tersebut. Dalam kasus ini, si tukang perahu melakukan jarak psikis terhadap keindahan kabut di tengah remang sinar matahari.

Begitu pula dalam menghadapi karya seni, hendaknya orang melupakan segala kepentingan pribadi yang menyangkut karya tersebut kecuali demi keindahan karya seni itu sendiri. Dalam melihat potret seorang yang dikenalnya dalam sebuah lukisan, misalnya, kendaknya si penangkap lukisan tersebut menyingkirkan semua hal yang ia kenal tentang presiden tersebut. Boleh jadi ia pengangum presiden yang dilukis itu, sehingga semua hal yang ia ketahui tentangnya ikut terbawa dalam menikmati lukisan tersebut. Cara memandang dan menilai lukisan semacam itu sudah tidak objektif lagi (tidak adanya jaraj spkis). Orang itu dapat meengagumi lukisan bukan karena lukisan itu sendiri, tapi karena mengagumi yang ada dalam lukisan tersebut.

Begitu pula apabila seseorang naik ke atas panggung ketika aktor pujaannya terancam bahaya dalam sebuah lakon. Tindakan demikian itu sama dengan eseorang nonton film berteriak mengingatkan tokoh pujaannya sedang dalam bahaya diintai musuhnya.

Kedua contoh di atas menunjukkan tidak adanya jarak psikis atau jarak estetik antara karya seni dan penanggapnya. Dalam peristiwa demikian, seorang pengikut Bullough, Shieila Dawson, menamakannya sebagai under distancing atau di bawah jarak psikis. Sebaliknya adalah over distancing, yakni apabila seseorang penanggap seni terlalu peduli pada hal-hal teknis seni sampai pada rician detailnya, sehingga keutuhan karya tersebut tak terhayati. Kedua peristiwa terswbut menimbulkan tidak terjadinya jarak psikis dalam menanggapi dan menilai karya seni secara objektif.

Manfaat jarak psikis atau jarak estetik ini adalah dapat ditemukannya karakteristik yang ada pada objek estetik. Dari karakteristik tadi kita dapat lebih mengarahkan perhatian, dan dengan demikian juga memperoleh pengalaman estetik.

ESTETIKA DG 1A-GUSTAV THEODOR FECHNER

GUSTAV THEODOR FECHNER
(1801-1887)

BIOGRAFI

Gustav Fechner lahir pada 19 April 1801 di Gross-Sarchen, Lower Lusatia. Dia mendapatkan gelarnya dalam bidang pengetahuan biologi pada tahun 1822 di University of Leipzig dan mengajar disana sampai ia meninggal pada tahun 1887. Dia mengembangkan ketertarikannya terhadap matematika dan psikologi. Dia diangkat menjadi profesor psikologi pada tahun 1834. Pada tahun 1839, Fechner jatuh sakit karena matanya terluka saat melakukan eksperimen dengan menatap matahari. Akibatnya dia mengisolasi diri dari dunia selama 3 tahun.

Selama periode ini Fechner memiliki ketertarikan yang lebih pada bidang filsafat. Fechner percaya, “segala sesuatunya diberkahi dengan jiwa, tidak ada yang tanpa bahan dasar, pikiran dan materi adalah esensi yang sama, tapi dilihat dari berbagai sisi yang berbeda.” Dia menulis banyak buku dan monograf tentang subjek yang berbeda. Seperti ilmu kedokteran, estetika dan eksperimen psikologi.



EKSPERIMEN FECHNER

Fechner dikenal sebagai pakar estetika eksperimental .Disebut demikian karena ia menolak konsep deterministik terhadap objek esensi seni dan keindahan. Ia menyebut estetika demikian itu sebagai estetika dari atas.

Fechner adalah orang yang berjasa dalam merintis penggunaan eksperimen yang sistematis untuk membentuk estetika formil yang ilmiah.

Ia menyebut estetik yang dikembangkan oleh para filsuf adalah estetika dari atas, karena membuat kesimpulan-kesimpulan dengan deduksi-deduksi, sedangkan estetikanya sendiri adalah dihampiri dari bawah karena mempergunakan pengamatan secara empiris dan percobaan seperti laboratorium terhadap suatu hal yang nyata.

Dalam mempelajari pemikiran estetika, ia membagi estetika menjadi :

1. Estetika atas

2. Estetika bawah atau eksperimental

3. Estetika masa sekarang atau dari bawah ke atas



ESTETIKA ATAS

Estetika atas adalah penyelidikan estetika yang murni. Pemikiran estetika atas merupakan penyelidikan estetika yang menggunakan pendekatan metafisika atau dari segi filsafat murni. Estetika atas bertitik tolak dari pengertian – pengertian / definisi – definisi yang berwujud konsep. Model pendekatan lebih bersifat komprehensif.

Ciri – ciri pemikiran estetika atas antara lain adalah bahwa banyak masalah estetika/ penghayatan, penilaian, ide, selera perasaan yang merupakan hal – hal yang bersifat subjektif.

Artinya, sangat sulit untuk dikaji secara ilmiah/induktif/dicari objektivitasnya. Jadi, pengembangan estetika dari segi pendekatan filosofis tidak dapat ditinggalkan



ESTETIKA BAWAH

Estetika bawah mendasarkan pada eksperimental dengan Fechner sebagai perintisnya. Dan ia yang mengusulkan nama Estetika Induktif “von outen” sebagai hal yang berlainan dari estetika metafisis lama “von oben” untuk menentukan konsepsi yang tepat mengenai hakikat keindahan yang objectif.

Untuk merumuskan keindahan dengan bereksperimen menemukan istilah-istilah baru seperti : tangga estetik, keseragaman dalam variasi, tidak ada kontradiksi, kejelasan, pertautan, pertentangan dan sebagainya.

Fechner membuat langkah-langkah awal di bidang seni yang menyangkut bidang geometri dengan metode induksi komparasi yaitu dimulai dengan karya – karya yang kemudian dibanding-bandingkan dan dirumuskan.

Fechner berhasil menemukan kecenderungan-kecenderungan manusia dalam penerapannya, Misalnya, bentuk segiempat dengan perbandingan 21:34 paling disukai, dan warna-warna yang paling disenangi adalah merah dan biru.

Dari eksperimen-eksperimennya, salah satu eskperimen yang terkenal adalah Eksperimen Proporsi Segiempat Emas ( The Golden Rectangle)

Penggunaan metode kuantitatif dalam estetik berupa pengukuran dan perhitungan yang cermat dilakukan untuk menentukan ukuran estetis yang dapat menyatakan besarnya nilai keindahan atau kadar perasaan estetis.

Hasil perumusan itu menumbuhkan cabang pengetahuan yang disebut estetik matematis.

Psikologi estetis dan psikologi seni fechner mengembangkan estetik dengan memakai metode psikologis. Hal ini menumbuhkan bidang pengetahuan baru yang disebut psikologis estetis.



Estetika dari Bawah ke Atas

Pada tahap ini dimaksudkan agar estetika keluar dari daerah ilmu-ilmu normatif dan memasuki ilmu-ilmu positif.



Estetika dari bawah ke atas memadukan antara tuntutan pemikiran filosofis dan keharusan metode penyelidikan secara positif yang terdapat dalam jiwa dan ilmu-ilmu masyarakat.











Eksperimen Segiempat Emas
(The Golden Rectangle)

Eksperimen Fechner yang paling terkenal adalah “segi empat kertas karton putih” yang memiliki luas permukaan sama tapi memiliki perbandingan sisi yang berbeda.

Fechner meminta kepada para sample responden memilih bidang yang paling harmonis dari berbagai segi empat dengan perbandingan sisi-sisinya, 1:1 ; 5:6; 4:5; 3:4; 7:10; 2:3; 21:34; 13:23; 1:2; 2:5. Hasil dari eksperimen itulah yang menghasilkan “The Golden Section” dari persegi panjang yang perbandingannya 21:34.







MAKNA KEINDAHAN

Makna keindahan menurut Fechner dari berbagai eksperimennya adalah sebagai berikut : (hasilnya masih spekulatif)

1. Dalam arti luas, bahwa seni adalah segala yang menyenangkan secara umum.

2. Arti lebih sempit, bahwa keindahan memberikan kesenangan yang lebih tinggi, tapi masih bersifat inderawi.

3. Arti paling sempit, bahwa keindahan sejati tidak hanya menyenangkan, tetapi juga kesenangan yang sesungguhnya, yakni memiliki nilai – nilai dalam kesenangan tersebut yang didalamnya terkait konsep keindahan dan konsep moral, kebaikan.

ESTETIKA DG 1A-CLIVE BELL

CLIVE BELL


Biografi Clive Bell

• Clive Bell lahir tanggal 16 September 1881, di Shefford Timur, Berkshire, Inggris. Dia adalah anak ketiga dari empat bersaudara dari William Heward Bell (1849-1927) dan Hannah Cory Taylor (1850-1942).

• Ia dididik di Marlborough dan di Trinity College, Cambridge, di mana ia belajar sejarah. Pada tahun 1902 ia menerima Earl of Derby beasiswa untuk belajar ke Paris, dimana minatnya pada seni berasal. Setelah kembali ke Inggris, ia pindah ke London, ia bertemu dan menikah dengan artis Vanessa Stephen pada tahun 1907. Dan mempunyai dua anak laki-laki bernama Julian dan Quentin.



Teori Clive Bell



Teori Bell ada tiga, yakni :

1. Emosi estetik.
2. Bentuk signifikan (significant form).
3. Esensialisme.

1. Emosi Estetik



Emosi Estetik adalah emosi yang timbul ketika melihat sebuah karya seni yang mengandung nilai emosi spesifik (emosi yang muncul bukan seperti perasaan sehari-hari). Seperti teori disinterestedness (ketidakpamrihan) dari Immanuel Kant, contohnya :

Ketika melihat iklan karena tidak adanya kebutuhan terhadap iklan tersebut, tetapi membuat kita ingin mengetahui lebih lanjut maksud dari iklan tersebut maka muncul perasaan



2. Bentuk Bermakna



Bentuk bermakna muncul dari adanya keselarasan bentuk garis, warna, tekstur, irama, dan nuansa-nuansa lain dalam suatu karya seni yang memunculkan emosi estetik pada pengamat.

Sebuah karya seni memiliki bentuk bermakna apabila karya seni tersebut memunculkan efek emosi tertentu (emosi estetik) yang mampu membawa manusia melepaskan diri dari dunia aktivitasnya dan memasuki dunia kegembiraan estetik.



3. Esensialisme



Esensialisme adalah seni yang di dasarkan kepada nilai-nilai kebudayaan yang telah ada sejak awal peradaban umat manusia. Esensialisme memandang bahwa seni harus berpijak pada nilai-nilai yang memiliki kejelasan dan tahan lama yang memberikan kestabilan dan nilai-nilai terpilih yang mempunyai tata yang jelas.





Seni Menurut Clive Bell



• Clive Bell filsuf seni ‘klasik modern’ dengan bukunya yang terkenal, Art (1913). Teori Bell yang terkenal yakni “significant form” (bentuk bermakna) tentang ‘bentuk indah’ yang seolah-olah berada di luar bentuk karya itu sendiri.

• Teori Bell turunan dari teori Plato, mirip dengan teori disinterestedness, Kant dan filsuf moral Inggris, G.E. Moore jauh lebih kuat.

• Menurutnya, semua sistem estetik dimulai dari pengalaman pribadi subjek yang dirasakan oleh seorang pribadi dan khusus mengenai rasa keindahan (rasa estetis).

• Bell, menjelaskan perbedan antara bentuk bermakna dengan bentuk dalam seni representasi (mimesis) seperti dalam teori Plato.

• Dalam seni representasi, ‘bentuk’ bukan hanya objek emosi, dimaksudkan untuk membangkitkan emosi tertentu terhadap ‘informasi’ yang direpresentasikan. Misalnya, lukisan potret atau lukisan sejarah diciptakan dengan maksud utama untuk menyampaikan informasi. Emosi yang ditimbulkannya adalah emosi patriotik, emosi kemegahan, dan lain-lain.

• Berbagai emosi semacam ini masih mengandung interest, dan dengan demikian tidak membangkitkan emosi estetik karena tidak memberikan bentuk bermakna. Baru memiliki bentuk bermakna apabila lukisan itu bukan hanya menawarkan informasi dengan efek emosi tertentu, tetapi juga mampu membawa manusia melepaskan diri dari dunia aktivitasnya.

• Dunia seni bermakna dunia transendental, yang menawarkan suatu pengalaman emosi estetik yang belum kita kenal dalam kehidupan emosi sehari-hari. Itulah emosi murni yang membebaskan diri dari pengalaman emosi sehari-hari kita,

• Seni yang mementingkan interest tertentu sebenarnya hanya memberikan atau memenuhi emosinya sendiri.

• Yang sering dipermasalahkan dari bentuk bermakna ini adalah apakah yang dimaksud oleh Bell sebagai kualias semacam itu bersifat ‘hubungan-hubungan’ atau ‘karakteristik’? Apakah dalm sebuah karya seni, kualitas ‘bentuk bermakna’ itu didapatkan setelah adanya aktivitas menyusun, menghubung-hubungkan unsur-unsurnya, yang memang bersifat sangat subjektif, atau memang karya itu punya karakteristik dalam dirinya sedemikian rupa sehingga sanggup membangkitkan emosi estetik?

• Bell mengatakan, bahwa bentuk bermakna diperoleh setelah aktivitas menghubung-hubungkan itu, setelah terjadi pembangunan struktur yang menghasilkan bentuk bermakna. Bahwa bentuk bermakna itu adalah karakteristik karya itu sediri, sekalipun karakteristiknya berupa esensi – signifikansi – konstan, dalam pilihan-pilihan bentuk eksis terjadi perubahn perseptual.





Buku Karya Clive Bell



• Art (1914)

• Peace at Once (1915)

• Ad Familiarities (1917)

• Pot-Boilers (1918)

• Poems (1921)

• Since Cézanne (1922)

• On British Freedom (1923)

• Landmarks in Nineteenth-Century Painting (1927)

• Civilization: An Essay (1928)

• Proust (1928)

• An Account of French Painting (1931)

• Enjoying Pictures: Meditations in the National Gallery and Elsewhere (1934)

• Warmongers (1938)

• Old Friends: Personal Recollections (1956)